Analisis
Terhadap Etika Profesi Jaksa
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Hukum
Disusun
oleh
KELOMPOK
2
Rudy
Gunawan - 10010118073
Hilman
Hadafi - 10010115003
FAKULTAS
SYARIAH
UNIVERSITAS
ISLAM BANDUNG
2020
Kata
Pengantar
Bandung, 12 November 2020
Kelompok 2
BAB
I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum, Jaksa adalah jabatan yang
diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan
juga pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi). Di
struktur Kejaksaan merupakan jabatan yang sifatnya fungsional.dalam penjelasan umum
Undang-Undang No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan dinyatakan bahwa Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara
Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah
satu prinsip penting Negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi
setiap orang dihadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu setiap
orang berhak atas perlakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum
dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan
kepentingan hukum, penegakan HAM, serta pemberantasan KKN. Dalam melaksanakan
fungsi, tugas, dan wewenangnya, kejaksaan RI sebagai lebaga pemerintahan yang
me-laksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan
kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran berdasarkan hukum
dan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib
menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
Kejaksaan dalam mengimplementasikan tugas dan
wewenangnya secara kelembagaan tersebut, diwakili oleh petugas atau pegawai
kejaksaan yang disebut “Jaksa”.
Seorang jaksa sebelum memangku jabatannya tersebut
harus mengikrarkan dirinya bersumpah atau berjanji sebagai pertanggungjawaban
dirinya kepada Negara, bangsa, dan lembaganya. Kode Etik Jaksa adalah Tata
Krama Adhyaksa dimana dalam melaksanakan tugas Jaksa sebagai pengemban tugas
dan wewenang Kejaksaan adalah insani yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa yang berasaskan satu dan tidak terpisah-pisahkan, bertindak
berdasarkan hukum dan sumpah jabatan dengan mengidahkan norma keagamaan,
kesopanan, kesusilaan dan keadilan yang hidup dalam masyarakat berpedoman
kepada Doktrin Tata Krama Adhyaksa. Dengan adanya Kode Etik maka akan
memperkuat sistem pengawasan terhadap Jaksa, karena disamping ada peraturan
perundang-undangan yang dilanggar juga ada kode etik yang dilanggar.
B. Rumusan Masalah
2.
Bagaimana lembaga kejaksaan di Indonesia dan pengawasan terhadap jaksa ?
Related: Partisipasi dalam kepentingan umum secara
bertanggung jawab
3. Bagaimanakah kode etik bagi
profesi jaksa ?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun
tujan dibuatnya makalah kami ini adalah sebagai berikut:
3.
Memberika pengertian tentang kode etik bagi profesi jaksa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Profesi
Hukum : Empat Pilar (Kejaksaan Penuntut Umum)
Kode etik profesi
hukum (the ethics code profession) di Indonesia adalah merupakan norma etik
profesi yang harus dihormati dan dipedomani oleh para setiap anggota
nya/asosiasinya dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang nya dalam
memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat.[1]
Kode etik profesi
(ethics code) sebagai norma etik profesi, mengatur dengan cara bagaimana
anggota suatu profesi melakukan tugas dan fungsinya sebaik mungkin menurut
tuntutan nilai-nilai etik (ethos), nilai-nilai moral (mores), dan bahkan dengan
nilai-nilai hu kum dan keadilan profesi yang diembannya, agar benar-benar profe
sional dalam melaksanakan fungsi profesinya. Perlunya kode etik profesi bagi
suatu bidang kelompok kerja profesi tertentu dikarenakan agar wibawa profesi
tetap terjaga dari unsur kepercayaan masyarakat yang melekat pada oknum pengem
ban (pekerja profesi),
Mengapa
demikian, oleh karena, masyarakat sangat mengha rapkan dapat dilayani dengan
baik, adil dan jujur, cepat, baik, efektif dan efisien, sesuai dengan
nilai-nilai etis (ethic value), moral (mo rality value), kejujuran (fairness
value), dan nilai-nilai hukum dan keadilan[2]
Pekerjaan profesi
adalah suatu bidang kelompok kerja yang tidakumum dapat dikerjakan begitu saja
oleh orang pada umumnya, melainkan hanya dapat dikerjakan oleh orang-orang yang
disamping telah mendapat pendidikan formal di bidang tertentu juga telah men
dapatkan pendidikan dan pelatihan-pelatihan khusus di bidangnya, sehingga
secara formal dipandang sebagai orang yang ahli di bidangnya (professional).[3]
Salah satu bidang
kelompok kerja profesi yang populer di ma syarakat, adalah bidang kelompok
kerja profesi hukum (the law profession). Bidang kerja profesi hukum ini
ada yang bersifat Scholary Profession dan pula ada yang bersifat Consulting
profession Dalam prakteknya ada yang meliputi keduanya. Profesi Jaksa adalah
profesi hukum, yang berdasarkan undang-undang diberi kewenangan sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pidana pengadilan serta wewenang lain di
luar tersebut yang diberikan oleh undang-undang.
Profesi Jaksa sudah ada sejak sebelum Indonesia
Merdeka. Asal mula kata Jaksa berasal dari kata dyaksa. Pada masa kerajaan
majapahit jaksa dikenal dengan istilah dhyaksa, adhyaksa dan dharmadhyaksa.
Peran Dhyaksa sebagai pejabat Negara yang bertugas untuk menangani
masalah-masalah peradilan di bawah kekuasaan kerajaan majapahit. Patih Gajah
Mada selaku pejabat Adhyaksa.Sebagai lembaga penegak hukum di lingkungan
eksekutif yang penting, kejaksaan diharapkan muncul paradigma baru yang
tercermin dalam sikap dan perasaan. Sehingga Jaksa memiliki jati diri dalam
memenuhi profesionalitas sebagai wakil Negara dan wakil Negara dalam penegakan
hukum.
Profesionalisme jaksa terhambat oleh masalah-masalah
seperti independensi, pelanggaran kode etik, penurunan kualitas sumber daya
manusia. Intervensi dalam tubuh kejaksaan menjadi menghambat independensi
sehingga menghambat profesionalisme jaksa dalam mengatasi sebuah perkara demi
penegakan hukum dalam kekuasaan peradilan.Di sisi keahlian, maka demi
meningkatkan keahlian jaksa perlu meningkatkan mengasah kemampuan melalui
berbagai pembelajaran. Baik pendidikan formal maupun non formal. Disamping itu,
pekerjaan di bidang hukum seharusnya bersifat rasional. Maka dibutuhkan sifat
rasional berupa sikap ilmiah yang mempergunakan metodologi modern. Sehingga
dapat mengurangi sifat subjektif jaksa terhadap perkara-perkara yang akan
dihadapinya.
Dilihat dari keahlian Jaksa, kemampuan menganalisa
sebuah kasus. meskipun perkara tampak sepintas sama, namun keharusan untuk
menganalisa sebuah kasus memiliki keunikan tersendiri. Kemampuan menganalisis
bukan hanya didasarkan pendekatan yang legalitas, positivis dan mekanistis.[4]
B. Lampiran-lampiran
Undang-Undang Kejaksaan
Untuk mengetahui
dasar profesi Jaksa sebagai profesi hukum, maka dapat ditelusuri pada
Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaksa adalah
pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk bertindak sebagai
penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
2. Penuntut umum
adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3. Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri
yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
4. Jabatan
fungsional jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi
kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas
kejaksaan.[5]
Undang Undang No.
15 Tahun 1961 tentang Pokok Kejaksaan
Republik Indonesia Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaksa
adalapejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk bertindak
sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Penuntut umum
adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3. Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri
yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
4. Jabatan
fungsional jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi
kejaksaan yang karena fungsinya.[6]
Undang Undang No.
16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dimana dalam undang-undang
dimaksud beberapa pasalnya telah mengatur kedudukan jaksa sebagai penegak hukum.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, mengga riskan bahwa yang dimaksud
dengan:
1. Jaksa adalah
pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak
sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah mem peroleh
kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
2. Penuntut Umum
adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3. Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melim pahkan perkara ke pengadilan negeri
yang berwenang da lam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan
4. Jabatan
fungsional Jaksa adalah jabatan yang bersifat keah lian teknis dalam organisasi
kejaksaan yang karena fungsi nya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas
kejaksaan. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, di tuntut senantiasa
bertindak secara profesional berdasarkan hu kum dengan senantiasa mengindahkan
norma-norma sosial dan menggali serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
yang hidup dalam masyarakat.[7]
C. Syarat-syarat
untuk diangkat menjadi Jaksa
Kejaksaan sebagai lembaga Negara yang
mempunyai tugas penegakan dan supremasi hokum memerlukan tenaga yang
profesional dan memiliki budi pekerti yang baik. Sebab pundak seorang jaksa
terdapat beban yang begitu berat sebagai salah satu pilar utama penegakan hokum
di Indonesia sehingga kalau persayaratan ini tidak diikuti akan berdampak pada
penegakan hokum tersebut, dan di sinilah korelasi yang signifikan penetapan
persyaratan yang harus dipenuhi bagi seorang calon jaksa. Hal ini sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 9 UU Nomor 16 Tahun 2004, dinyatakan bahwa syarat-syarat
untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
1.
Warga Negara Indonesia
2.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3.
Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4.
Birjazah paling rendah sarjana hokum
5.
Berumur paling rendah 25 tahun dan
paling tinggi 35 tahun.
6.
Sehat jasmani dan rohani
7.
Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan
tidak tercela
8.
Pegawai negeri sipil[8]
Dalam menjalankan tugasnya seorang jaksa
tunduk dan patuh pada tugas dan wewenang yang telah ditentukan oleh
undang-undang ini. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU Nomor
5 Tahun 1991 yang berbunyi: dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan
wewenang:
1.Melakukan penuntutan dalam perkara
pidana;
2.Melaksanakan penetapan hakim dan
putusan pengadilan;
3.Melkukan pengawasan terhadap
pelaksanaan keputusan pelepasan bersyarat;
4.Melengkapi berkas
perkara tertentu dan untuk dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksaannya dikoordinasikan dengan
penyidik.
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 27 ayat
(1) diatas, maka dalam UU Kejaksaan yang baru menyangkut wewenang kejaksaan
diatur dalam Pasal 30 ayat (1) dinyatakan bahwa di bidang pidana, kejaksaan
mempunyai tugas dan wewenang:
1.Melaksanakan penuntutan;
2.Melaksanakan
penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah mmperoleh kekuatanhukum
tetap;
3.Melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan
keputusan lepas bersyarat;
4.Melengkapi berkas
perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksannya dikoordinasikan dengan
penyidik.[9]
D.
Kode Etik Profesi Jaksa
Kode etik jaksa serupa
dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal
sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat
dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang
mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan
peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.
Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di
bidang penegak hukum, adalah tepat jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan
kembali merenungkan keberadaan institusinya, sehingga dari perenungan ini,
diharapkan dapat muncul kejaksaan yang berparadigma baru yang tercermin dalam
sikap, pikiran dan perasaan, sehingga kejaksaan tetap mengenal jati dirinya
dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai wakil negara sekaligus wali
masyarakat dalam bidang penegakan hukum.[10]
Sebagai kelengkapan dari pembinaan dan
etika profesi sebagai jaksa, berdasarkan keputusan jaksa agung nomor
Kep-074/J.A./7/1978 tanggal 17 Juli 1978, disahkan Panji Adhyaksa. Panji ini
merupakan perangkat kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambing cita-cita
kejaksaan dan mengikat jiwa korps kejaksaan.terdapat lambang korps kejaksaan,
berbentuk lukisan yang terdiri dari tiga buah bintang bersudut tiga, Pedang,
timbangan, setangkai padi dengan jumlah 17 butir dan kelopak bungan kapas
sejumlah 8 buah melingkari pedang dan timbangan ditengahnya. Dibawahnya
terdapat seloka berbunyi Satya Adhi Wicaksana.[11]
Selanjutnya berdasarkan keputusan jaksa
agung no. kep-052/J.A./8/1979 yang disempurnakan oleh keputusan Jaksa Agung No.
kep-030/J.A./1988 ditetapkan doktrin kejaksaan tri karma adhyaksa, sebagai
pedoman yang menjiwai setiap warga kejaksaan. Doktrin tersebut kemudian
dijabarkan dalam kode etik jaksa yang diterbitkan oleh pengurus pusat persatuan
jaksa pada tanggal 15 Juni 1993 yang disebut tata karma adhyaksa, terdiri atas
pembukaan dan 17 pasal.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang
memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tuigas
penegakan hokum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka
dikeluarkanlah kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam peraturan jaksa
agung RI (PERJA) No.
: Per-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007.[12]
Dalam kode perilaku jaksa antara lain
disebut :
1.Kewajiban pasal (3)
1)
Mentaati kaidah hokum, peraturan
perundang-undang dan peraturan kedinasan yang berlaku.
2)
Menghormati prinsip cepat, sederhana,
biaya ringan sesuai dengan asas peradilan yang diatur dalam KUHAP.
3)
Berdasarkan pada keyakinan dan alat
bukti yang sah untuk mencapai keadilan kebenaran
4)
Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh,
tekanan/ ancaman, opini public secara langsung atau tidak langsung
5)
Bertindak secara objektif dan tidak
memihak
6)
Memberitahukan dan atau memberikan
hak-hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa maupun korban
7)
Membangun dan memelihara hubungan antara
aparat penegak hokum dan mewujudkan system peradilan pidana terpadu
8)
Mengundurkan diri dari penanganan
perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan
pekerjaan, partai atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung
atau tidak langsung
9)
Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu
yang seharusnya dirahasiakan
10) Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat
sepanjang tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan.
11) Menghormati dan melindungan hak-hak asasi
manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undang
dan instrument hak asasi manusia yang diterima secara universal.
12) Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana
13) Bertanggung jawab
secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
14) Yang bertanggung jawab secara eksternal kepada
public sesuai dengan kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang
keadilan dan kebenaran.[13]
2. Larangan (pasal 4)
1) Dalam menjalankan tugas profesi jaksa dilarang:
Menggunakan jabatan dan atau kekuasaanya untuk kepentingan pribadi atau
pihak lain.
Merekayasa fakta-fakta hokum dalam penanganan perkara.
Menggunakan kapasitas
dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik atau dan psikis.
Meminta dan atau
menerima hadiah dan atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan atau
menerima hadiah dan atau keuntungan sehubungan dengna jabatannya.[14]
Menangani perkara yang
mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau mempunyai hubungan pekerjaan,
partai, atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak
langsung.
Bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun.
Membentuk opini public yang dapat merugikan kepentingan kepenegakan hukum.
Memberikan keterangan
kepada public kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangan.[15]
E. Doktrin
Tri Krama Adhyaksa Mukadimah
Atas berkat dan
rakhmat Tuhan Yang Maha Esa, maka Kejaksaan Republik Indonesia yang telah
melembaga sejak la hirnya Negara Republik Indonesia yang berlandaskan falsafah
Pancasila dan UUD 1945 hingga dewasa ini telah menyum bangkan dharma bhaktinya
kepada negara dan bangsa IndonesiaKejaksaan sebagai Lembaga Negara Penuntut
Umum da lam Negara Hukum Republik Indonesia memiliki tugas dan ke wajiban utama
dalam bidang penegakan hukum dan melaksana kan fungsi penting dalam
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum disamping tugas-tugas lainnya
yang dibeban kan oleh Pemerintah kepadanya,Demi terjaminnya keseimbangan dan keserasian
antara kewibayan pemerintah di satu pihak dan pihak lainnya kepen tingan
masyarakat dalam tata susunan Negara Hukum Republik Indonesia, maka mutlak
diperlukan adanya Kejaksaan yang mampu berperan, baik sebagai bagian dari
eksekutif maupun sebagai unsur di bidang yudikatif. Dalam memantapkan posisi
dan peranan Kejaksaan dalam Negara Hukum Republik Indonesia, disamping adanya
peratur an perundang-undang yang mendasari diri dari wewenangnya, dirasakan
pula perlunya memiliki suatu doktrin yang akan men jiwai sikap dan tingkah laku
warganya dalam meraih cita-cita luhurnya. Doktrin ini diberi nama Tri Krama
Adhyaksa yang berun surkan Catur Asana, Tri Atmaka dan Tri Krama Adhyaksa.[16]
1. Catur
Asana
Catur Asana atau
empat landasan yang mendasari eksisten si peranan, wewenang dan tindakan
Kejaksaan dalam me- ngemban tugas, baik di bidang yustisial maupun di bidang
non yustisial, di bidang yudikatif ataupun eksekutif adala
1) Landasan idiil :
Pancasila
2) Landasan
Konstitusional :
UUD 1945
3) Landasan Struktural : UU Pokok
Kejaksaan
4)
Landasan Operasional :
Perundang-undangan lainnya[17]
2. Tri
Atmaka
Ciri yang
merupakan sifat hakiki dari kejaksaan yang membedakannya dengan alat negara
lainnya adalah
1) Tunggal
2.) Mandiri
3) Mumpuni[18]
3. Tri
Krama Adhyaks
Landasan jiwa dari
setiap warga Adhyaksa dalam meraih cita-cita luhurnya terpatri dalam trapsila
yang disebut Tri Krama Adhyaksa yang meliputi tiga krama yaitu:
1) Satya,
2) Adhy:
3) Wicaksana[19]
4. Sub
Doktrin
Untuk menjamin
keberhasilan Kejaksaan dalam dharma bhaktinya, diperlukan adanya sub doktrin,
yang merupakan doktrin pelaksanaan sesuai dengan pembidangan yang ada da lam
lingkungan. Kejaksaan, yakni
1) Indrya Adhyaksa
untuk bidang Intelijen,
2)Kritya Adhyaksa
untuk bidang Operasi
3) Upakriya
Adhyaksa untuk bidang Pembinaan,
4) Anukara
Adhyaksa untuk bidang Pengawasan Umum[20]
5. Penutup
Dengan mengucapkan
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rakhmat dan karunia-Nya, maka
doktrin Kejaksaan Republik Indonesia "Tri Krama Adhyaksa", dengan ini
di persembahkan kepada Kejaksaan Republik beserta para karya wannya untuk
dihayati dan diamalkan dalam berdharma bhakti selaku Adhyaksa kepada Nusa dan
Bangsa
Semoga Tuhan Yang
Maha Esa memberkati dan merakahi kita semua.
Jakarta,
22 Juli 1979
JAKSA AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
ttd
Ali
Said, SH[21]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah kami diatas, maka dapat kita simpulkan
bahwa:
1. Profesi Jaksa sudah ada sejak sebelum Indonesia
Merdeka. Asal mula kata Jaksa berasal dari kata dyaksa. Pada masa kerajaan
majapahit jaksa dikenal dengan istilah dhyaksa, adhyaksa dan dharmadhyaksa.
Peran Dhyaksa sebagai pejabat Negara yang bertugas untuk menangani
masalah-masalah peradilan di bawah kekuasaan kerajaan majapahit.
2. Dari segi lembaga pengawas bagi jaksa, Peningkatan
disiplin Jaksa disamping dilakukan melalui pengawasan melekat, pengawasan
fungsional dan kode etik, juga dilakukan melalui pengawasan masyarakat.
Mekanisme kontrol eksternal dari masyarakat disalurkan melalui tromol pos 5000,
tromol pos 4343 atau kepada pimpinan Jaksa yang bersangkutan. Proses
penyelesaian laporan pengaduan masyarakat baik secara langsung maupun melalui
tromol pos selama ini ditangani oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan.
3. Untuk syarat menjadi seorang jaksa sendiri dapat
dilihat dalam ketentuan dalam Pasal 9 UU Nomor 16 Tahun 2004, tentang syarat
untuk diangkat menjadi seorang jaksa.
4. Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi
yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku
dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan
akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam
melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan
mengarah pada keberhasilan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.Nurul Qamar
dkk, Etika Profesi Hukum(Empat Pilar Hukum), Social Politic Genius, Makassar,
2017 hlm.6
Http://Www.Hukumpedia.Com/Elvi17/Penegakan-Profesionalisme-Jaksa-Melalui-Independensi-Dan-Kode-Etik-Upaya-Pemberdayaan-Sumber-Daya-Manusia-Di-Kejaksaan-Yang-Berintegritas
Dr.Marwan
Effendi, Kejaksaan RI (Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum), Gramedia
Pustaka, Jakarta, 2005 hlm.239
http://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=26&idsu=25&id=865.
Diunduh Pada Tanggal. 13/04/2016. Pkl: 23:43.
Supriadi, Etika
dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2006, hal. 38
[1] Dr.Nurul Qamar dkk, Etika Profesi Hukum(Empat
Pilar Hukum), Social Politic Genius, Makassar, 2017 hlm.6
[2] Ibid
[3] Ibid,
hlm 7
[4]Http://Www.Hukumpedia.Com/Elvi17/Penegakan-Profesionalisme-Jaksa-Melalui-Independensi-Dan-Kode-Etik-Upaya-Pemberdayaan-Sumber-Daya-Manusia-Di-Kejaksaan-Yang-Berintegritas
[5] Dr.Marwan
Effendi, Kejaksaan RI (Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum), Gramedia
Pustaka, Jakarta, 2005 hlm.239
[6] Ibid,
hlm 275
[7] Dr.Nurul
Qamar dkk, Etika Profesi Hukum(Empat Pilar Hukum), Social Politic Genius,
Makassar, 2017 hlm.6-7
[8] Supriadi. Etika Dan Tanggung Jawab Profesi
Hukum Diindonesia, Cetakan Kedua. Jakarta. Sinar Grafika. 2008, Hlm. 127-129
[9] Marwan Effendy. 2005. Kejaksaan RI
Posisi Dan Fungsinya Dari Perspektif Hukum. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Hlm.68.
[10] http://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=26&idsu=25&id=865.
Diunduh Pada Tanggal. 13/04/2016. Pkl: 23:43.
[11] Supriadi, Etika dan Tanggung
Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal.
38.
[12] Ibid,
hlm 38-39
[13] Ibid,
hlm 39
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Dr.Nurul
Qamar dkk, Etika Profesi Hukum(Empat Pilar Hukum), Social Politic Genius,
Makassar, 2017 hlm.26
[17] Ibid,
hlm 27
[18] Ibid
[19] ibid
[20] Ibid,
hlm 28
[21] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar