KHITBAH
Khitbah atau peminangan dalam Islam legislasinya di ekstrak pada dalil
Al-Quran, Hadits, dan Ijmak. Ayat Al-Quran yang berbicara tentang konsep khitbah (meminang) dapat di
jumpai dalam surat Al-Baqarah ayat 235
وَلَا جُنَاحَ
عَلَيۡكُمۡ فِيمَا عَرَّضۡتُم بِهِۦ مِنۡ خِطۡبَةِ ٱلنِّسَآءِ أَوۡ أَكۡنَنتُمۡ
فِيٓ أَنفُسِكُمۡۚ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمۡ سَتَذۡكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِن لَّا
تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَن تَقُولُواْ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗاۚ وَلَا تَعۡزِمُواْ
عُقۡدَةَ ٱلنِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ٱلۡكِتَٰبُ أَجَلَهُۥۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ
يَعۡلَمُ مَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ فَٱحۡذَرُوهُۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ
حَلِيمٞ ٢٣٥
artinya:”Dan
tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau
kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan
menyebut-nyebut kepada mereka. Tapi Janganlah kamu membuat perjanjian (untuk
menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kata-kata
yang baik.Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah,sebelum habis masa
iddahnya.Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam htimu, maka
takautlah kepada-Nya.. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun, Maha
Penyantun”. (QS.Al-Baqarah [2]:235)
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ
اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا،
فَلْيَفْعَلْ
“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika
ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka
lakukanlah!”
أُنْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ
يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا
“Lihatlah wanita
tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan (cinta kasih) antara
kalian berdua.”
Di antara tahapan menuju jenjang pernikahan adalah mengkhitbah atau
melamar. Khitbah sendiri adalah satu cara untuk menunjukkan keinginan seorang laki-laki
untuk menikahi perempuan tertentu, sekaligus memberitahukan hal yang sama
kepada wali si perempuan. Keinginan itu bisa disampaikan langsung oleh si
laki-laki atau melalui wakilnya. Jika si perempuan menerima, berati
tahapan-tahapan lain menuju pernikahan bisa dilanjutkan. Jika tidak, tahapan
pernikahan biasanya dihentikan sampai di situ.
Hikmah dari melamar adalah memberi peluang untuk mengenal lebih jauh antara
kedua belah pihak. Di sana ada kesempatan untuk saling mengetahui perangai,
tabiat, dan adat kebiasaan masing-masing, dengan tetap memperhatikan
batasan-batasan yang dibolehkan syariat. Setelah perkenalan dianggap cukup,
masing-masing sudah merasa cocok, dan pertanyaan masing-masing sudah terjawab,
maka kedua belah pihak bisa beranjak ke jenjang pernikahan untuk membangun
kehidupan bersama yang langgeng dan penuh kebahagiaan sampai ajal memisahkan
keduanya.
Lamaran atau khitbah bisa disampaikan dengan ungkapan yang jelas dan tegas,
bisa juga dengan ungkapan tawaran dan sindiran. Ungkapan jelas, misalnya, “Saya
bermaksud melamar si fulan,” atau “Saya ingin menikahi si fulan.”
Sementara ungkapan tawaran atau sindiran, misalnya diungkapkan langsung
kepada si perempuan, “Saya melihatmu sudah saatnya menikah,” atau “Bahagia
sekali orang yang mendapatkan dirimu,” atau “Saya sedang mencari gadis yang
seperti dirimu,” dan sebagainya. Namun, perlu dicatat bahwa melamar (khitbah),
begitu pula pemberian hadiah, tukar cincin, tunangan, dan semacamnya, baru
sekadar janji atau keinginan untuk menikah, bukan pernikahan itu sendiri.
Sebab, pernikahan tidak terlaksana kecuali dengan akad nikah yang memiliki
syarat dan rukun tersendiri. Ini artinya, laki-laki yang melamar dengan
perempuan yang dilamarnya masih tetap bukan mahram. Dengan demikian mereka
tidak boleh berkhalwat, berduaan, saling memandang, bergandeng tangan, dan
sebagainya kecuali dalam batas yang diperbolehkan syara’, yaitu bagian wajah
dan kedua telapak tangan. Demikian sebagaimana yang dikemukakan oleh
Az-Zuhayli:
الخطبة مجرد وعد بالزواج،
وليست زواجاً ، فإن الزواج لا يتم إلا بانعقاد العقد المعروف، فيظل كل من الخاطبين
أجنبياً عن الآخر، ولا يحل له الاطلاع إلا على المقدار المباح شرعاً وهو الوجه
والكفان
Artinya, “Khitbah itu baru sekadar janji pernikahan. Bukan pernikahan. Sebab,
pernikahan tak terlaksana kecuali dengan sahnya akad yang sudah maklum. Dengan
begitu, laki-laki yang melamar dan perempuan yang dilamar statusnya masih orang
lain. Tidak halal bagi si pelamar untuk melihat si perempuan kecuali bagian
yang diperbolehkan syariat, yakni wajah dan kedua telapak tangan.” (Lihat
Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid IX, halaman 6493).
Prosesi lamaran (khitbah) merupakan pembuka dari prosesi akad nikah. Pada
acara lamaran ini, pihak keluarga calon mempelai pria bersilaturahim ke rumah
calon mempelai wanita untuk mengutarakan keinginan mereka. Pada saat prosesi
tersebut, ada kesunnahan yang pahalanya besar, yakni menyampaikan khutbah.
Keterangan tentang kesunnahan khutbah pada saat prosesi lamaran ini bisa
kita simak pada pemaparan Imam al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi al-Kabir
قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ:
اعْلَمْ أَنَّ خُطْبَةَ النِّكَاحِ قَبْلَ الْخِطْبَةِ سُنَّةٌ مُسْتَحَبَّةُ
“Imam al-Mawardi berkata: “Ketahuilah
bahwa khutbah nikah sebelum acara lamaran itu hukumnya sunnah.” Apa saja
yang disampaikan dalam khutbah ketika prosesi melamar ini, bisa kita simak pada
pemaparan Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi
dalam Al- Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i
الْحَمْدُ لِلّٰهِ
نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا مَنْ
يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَآ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا
اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ
وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا
اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ، يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ
فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
“Segala puji bagi
Allah, kami memohon pertolongan pada-Nya, kami memohon ampunan pada-Nya, kami
memohon perlindungan dengan-Nya atas segala kejelekan diri kami. Barangsiapa
diberi hidayah oleh Allah, maka tiada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa
disesatkan maka tiada yang bisa memberinya petunjuk. Aku bersaksi tiada tuhan
selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi bahwasanya
Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan
pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada
Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan
kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia
menang dengan kemenangan yang agung."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar